Keramaian di Tengah Kesunyian, Menyepi ke Pinggiran Bantul untuk Bergembira

 

Mendung menyelimuti Kalimundu sepanjang persiapan Ngayogjazz 2024. Gelegar petir dari langit sesekali meningkahi bebunyian yang digemakan keempat panggung Ngayogjazz. Gerimis yang mampir sejenak mengiringi derap langkah dan tawa anak-anak kecil. Kondisi cuaca yang sendu mendayu tidak menyurutkan semangat para pangembating gawe Ngayogjazz dan warga untuk saling bahu membahu menyiapkan ubo rampe dan pernak-pernik perhelatan ini.

Kegiatan nata swara (sound check) dari para musisi yang akan tampil memecah kesunyian Kalimundu pagi itu. Ragam bebunyian yang tercipta segera mengundang rasa penasaran warga sekitar. Ibu Bekti sudah meluangkan waktunya berkeliling desa bersama anaknya Fathan sejak pagi hari. Demikan pula Mas Diki yang dengan khusuk berjongkok di tepi panggung Nyunggi menyimak kegiatan nata swara Maite Hontele’s NJJO Goes Mambo feat Paju Telu. Keriaan warga sudah dimulai bahkan sebelum prosesi pembukaan Ngayogjazz dimulai.

Antusiasme warga yang sedang menyiapkan lapak-lapak produk unggulan UMKM Kalimundu turut meramaikan suasana. Penjaja ODX Guitars, produk orisinal karya warga Kalimundu, menyulap halaman rumahnya menjadi ruang pamer. Dengan bersemangat ia mendirikan tenda, menyalakan pengeras suara, serta memamerkan gitar dan bas buatan dua luthier (pengrajin gitar) lokal, Tri Kuncoro dan Banu. Selain mereka, terdapat sembilan puluh empat lapak lainnya yang menjajakan beragam sajian. Seperti Ibu Ima misalnya, yang menjadikan bekas kandang kerbau keluarganya sebagai warung makanan dan minuman ringan.

Jauh sebelum acara secara resmi dibuka, Kalimundu sudah didatangi pengunjung dari berbagai penjuru Jogja. Tsabita, Kolbi, dan Lintang, tiga orang mahasiswa ini sudah nongkrong di depan panggung Nyunggi sejak sebelum pukul 12.00 WIB. Mereka penasaran dengan tagline ngejazz tanpo ngasorake serta konsep penyelenggaraan Ngayogjazz yang memilih lokasi di desa. Awalnya mereka segan menghadiri acara ini karena mereka bukan penikmat jazz. Setelah berkeliling sebentar dan terpapar nata swara, mereka mulai memahami gagasan yang diusung oleh perhelatan tahunan ini.

Sebelum adzan dzuhur berkumandang, pengunjung sudah ramai berdatangan. Beberapa dari mereka berhasil menyempatkan diri untuk menikmati sajian awal, seperti penampilan Frau yang ditemani gerimis di panggung Njunjung. Sementara itu, dari arah utara Kalimundu, terdengar hentakan kaki bregada pawai dan iringan suara musik dari Huaton Dixie. Kostum topeng sapi dan gaun berbahan daur ulang sampah menjadi sajian khusus persembahan warga Kalimundu. Terang cahaya kamera telepon genggam turut merekam pawai tersebut. Tidak jarang terlihat anak-anak menyentuh kostum para punggawa karnaval dan tertawa gembira melihatnya. Semarak iring-iringan yang berjalan mengelilingi desa segera memecah kesunyian yang biasanya menyelimuti Kalimundu.